Belajar wirausaha
Dengan berpikir positif dan belajar dari kesalahan, wirausaha bukan lagi
momok menakutkan. Kepekaan melihat peluang, merebut, lalu menekuninya, merupakan
proses menuju kematangan. Bagi seorang wirausahawan, pengalaman menjadi bekal
menghadapi hal paling buruk sekalipun.
Namun, sebelum benar-benar terjun ke dunia bisnis, ada baiknya membekali
diri dengan semacam "ilmu", yang dapat diperoleh dari kursus atau
pelatihan singkat dari berbagai institusi. Tiga yang dipaparkan di sini - dari
sejumlah institusi lain - dipilih setidaknya karena telah melahirkan sejumlah
wirausahawan muda yang pada taraf tertentu dapat dibilang berhasil.
Asah kecerdasan
Asah kecerdasan
Salah satu lembaga pendidikan kewirausahaan yang mulai berkibar adalah
Jakarta Entrepreneurship University (JEU). Lembaga ini merupakan pelebaran
sayap dari Yogyakarta Entrepreneur University (YEU), yang didirikan pada 1998
dan meraih animo cukup besar Kota Gudeg. Dari sukses itu, awal 2000 Purdi E.
Chandra, S.E., M.B.A., Presiden Direktur Grup Primagama, membuka lagi lembaga
pendidikan serupa di Jakarta, JEU.
Meski menyandang sebutan universitas, lembaga pendidikan ini tak menerapkan
kurikulum baku bagi siswa. Mereka menerima pelajaran di kelas seminggu sekali.
Harinya pun ditentukan mendadak. Jika besok ada kelas, peserta diberi tahu hari
ini. Jadi, peserta dikondisikan berada dalam situasi yang serba tak pasti dan
berubah mendadak. Itulah kondisi yang akan mereka temui setelah terjun menjadi
wirausahawan kelak. Sang pengajar atau bintang tamu pengusaha sukses hanya
mempresentasikan kesuksesan bisnisnya.
Lalu, sharing dan diskusi dilakukan. Jadi, sifatnya pencerahan
wawasan dan penanaman motivasi.
Ada lima penekanan yang dilakukan dalam kegiatan belajar yang dijalani
siswa. Pertama, mengasah kecerdasan emosional, yakni memotivasi siswa agar
berani memulai usaha. Kedua, mengasah kecerdasan adversity, agar siswa
dapat membedakan antara aset dan reliability. Ketiga, mengasah
kecerdasan finansial, yakni merangsang siswa dari tak punya uang hingga bisa
mendapatkan uang. Keempat, mengasah kecerdasan spiritual, melatih siswa agar
punya kesabaran lebih, terutama dalam menghadapi karyawan dan kegagalan usaha.
Kelima, mempertajam kreativitas dan intuisi, sehingga siswa dapat melihat
peluang, dan memandang risiko sebagai tantangan.
Agus Setiawan, S.E., Kepala Urusan Enterprenersip JEU, menjelaskan,
belakangan tim pengajar diambil dari alumnus JEU. Itu karena sebagian besar
peserta adalah karyawan yang ingin pindah kuadran ke dunia usaha, sehingga
tenaga pengajarnya pun diusahakan memiliki latar belakang serupa.
Sarjana Ekonomi lepasan Universitas Diponegoro Semarang itu mengimbuhi,
kursus berlangsung seminggu sekali selama tiga bulan. Dalam satu angkatan,
biasanya satu atau dua orang, boleh bayar semampunya. Namun, ia tetap harus
berusaha keras mendapatkan uang, berapa pun jumlahnya. Itulah latihan pertama
sebelum benar-benar terjun ke dunia bisnis.
Dari 400 peserta didik JEU, sekitar 60%-nya karyawan yang ingin pindah
kuadran. Meski ada juga lulusan baru perguruan tinggi, pensiunan, ibu rumah
tangga, karyawan PHK, bahkan lulusan SMU yang masih menganggur. "Kelompok
yang disebut terakhir itu yang lebih gampang diajari, karena masih nekat,"
tambah bujangan 26 tahun asal Magelang itu.
Cakupan pelajarannya 40% teori dan 60% praktik. Usai pelajaran, biasanya
siswa didorong agar besoknya sudah mencari lokasi untuk memulai usaha. Ada juga
siswa yang "gatal", baru empat kali ikut pertemuan sudah langsung
praktik.
Uniknya, siswa baru diwisuda jika sudah berhasil buka usaha, atau berhasil
mengembangkan omset perusahaannya, atau berhasil membuka bisnis baru jika sudah
punya usaha yang cukup maju.
Bagaimana jika usaha barunya itu diadang kendala? Dibuka kelas mentoring
(pembimbingan) yang dapat diikuti seumur hidup. Gratis lagi. Mentoring
seperti itu merupakan bagian terpenting dalam pendidikan di sini. Sedangkan
bagi yang sudah berhasil, kelas pembimbingan dimanfaatkan untuk membangunkan
kembali motivasi.
Jika ada yang bangkrut, teman lain akan membantu. Caranya, jika ia punya ide
baru, yang lain boleh ikut berinvestasi. Dalam usaha patungan, trust
(kepercayaan) menjadi hal utama yang harus dijaga.
Bermodal keterampilan
Bermodal keterampilan
Berbeda dengan YEU dan JEU, yang membangun dan mengembangkan mental bisnis
siswanya, maka Lembaga Pendidikan Ketrampilan dan Kewiraswastaan (LPKK) De Mono
lebih menekankan pada pembekalan keterampilan.
Ada tiga kelompok besar keterampilan yang ditransfer ke siswa. Antara lain
katering, menjahit, dan sekretaris. Kelas katering tampaknya paling menonjol
baik dari segi peminat maupun keberhasilan out-put-nya.
Materi pembekalan untuk kelas katering meliputi manajemen katering, membuat
masakan dalam dan luar negeri, garnish (menghias kue), macam-macam
kue, dan sanitasi kesehatan yang diberikan langsung oleh Departemen Kesehatan
(Depkes).
Kursus yang berlangsung empat bulan - tiga bulan teori dan satu bulan
praktik. Biaya dapat dicicil. Pesertanya tak dibatasi secara ketat. Lulusan
SMU, bisa. Ibu rumah tangga, tidak ditampik. Pria yang ingin bekerja menjadi
koki di kapal, diterima pula. Pemilik usaha katering yang ingin mengantungi
sertifikat Depkes, OK juga.
Kelas berikut yang banyak dipilih adalah kelas menjahit, dari tingkat dasar
hingga mahir. Lama kursus empat bulan dengan sebulan penuh praktik. Peserta
mesti membawa sendiri segala bahan dan perlengkapan. Selain lulusan SMU,
pesertanya banyak pula yang sudah memiliki usaha garmen atau butik tapi ingin
mempunyai sertifikat.
Tak kalah populer adalah kelas sekretaris. Pendidikan yang ini berlangsung
setiap hari pukul 18.00 – 21.00. Lama kursusnya empat bulan. Namun, dua bulan
berikutnya diisi pelajaran tambahan komputer, gala dinner, table manner,
dan public relations. Para alumni ini, selain mendapat ijazah D-1,
juga dilengkapi sertifikat dari Martha Tilaar, Hotel Indonesia, dan Sari Ayu.
Sama seperti lulusan JEU, alumnus LPKK De Mono pun tidak langsung terjun
bebas selepas belajar. Mereka terus dipantau oleh De Mono, bahkan yang gagal
pun akan segera "ditangani" oleh Dewi Motik sendiri selaku pimpinan
De Mono. Biasanya, ia akan terus-menerus dimotivasi agar berani mencoba lagi.
Cepat dan murah
Cepat dan murah
Bila ingin pendidikan lebih singkat lagi, berguru di Pusat Peningkatan
Keterampilan LPM Unika Atma Jaya bisa menjadi salah satu alternatif. Di sini,
peserta mendapat pelatihan membangun motivasi berwirausaha, kreativitas dan
kewirausahaan, manajemen pemasaran, manajemen keuangan, dan business plan.
Tenaga pengajar direkrut dari kalangan akademisi, konsultan bisnis, dan
praktisi bisnis berpengalaman dan diakui kepakarannya. Proses belajar tidak
hanya berlangsung di dalam kelas, melainkan juga outbound dan experiential
learning.
Walau pelatihan hanya berlangsung enam hari, banyak manfaat dapat diserap,
berupa bekal dan keterampilan berwirausaha, serta akses networking
dengan berbagai entitas bisnis untuk membangun dan mengembangkan usaha. Bahkan,
usai pelatihan pun ada program konsultasi, gratis, biasanya tentang business
plan dan pembuatan proposal.
Bagi mereka yang telah memiliki usaha biasanya dikenakan biaya konsultasi
maksimal Rp 2 juta, termasuk biaya mengikuti pelatihan atau seminar. Biaya itu
dialokasikan untuk mengundang pakar dari instansi lain. Selesai pelatihan,
"alumnus" diwadahi dalam Asosiasi Inkubator Bisnis Indonesia
antarkampus.
Kini, pilihan ada di tangan Anda. Yang penting, pilihan itu sesuai dengan
keinginan dan potensi Anda
0 comments:
Post a Comment